Ruang Publik KBR, Mewujudkan Kemerdekaan Bagi OYPMK

diskusi ruang publik KBR kemerdekaan bagi OYPMK
Kemerdekaan bagi OYPMK (sumber : Kantor Berita KBR)

OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) masih sering mengalami stigma dan diskriminasi. Meskipun OYPMK telah memperoleh status Release From Treatment (RFT) yang artinya telah selesai melakukan pengobatan. 

Statusnya sebagai orang yang pernah mengalami kusta tetap melekat dan menimbulkan diskriminasi yang harus diterima selama hidupnya. Diskriminasi yang terjadi memunculkan berbagai persoalan dalam kehidupan OYPMK. 

Seperti gangguan kesejahteraan psikologis, gangguan hubungan sosial, dan masalah dengan lingkungan sekitar yang menyebabkan para OYPMK sulit untuk kembali ke masyarakat. Hal ini menandakan masih sulitnya kebebasan dan kemerdekaan dalam pemenuhan hak hidup dan sosial bagi OYPMK untuk diwujudkan. 

Kaitannya dengan hal tersebut, Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia mengadakan diskusi Ruang Publik bertajuk "Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK seperti apa? " Acara yang dilaksanakan pada hari Rabu,  24 Agustus 2022 lalu ini disiarkan secara live melalui channel Youtube KBR dan 105 jaringan radio KBR yang ada di Aceh hingga Papua.  

Dalam diskusi yang dipandu oleh Rizal Wijaya, hadir 2 orang pembicara wanita inspiratif. Yaitu Marsinah Dhede (OYPMK, aktivis difabel dan perempuan) dan Dr.  Mimi Mariani Lusli (Direktur Mimi Insitute).
 
host dan narasumber diskusi ruang publik KBR
host dan narasumber diskusi ruang publik KBR (sumber : Youtube KBR Indonesia)

Apa saja isi dari diskusi kali ini, berikut ulasannya.. 

Peran Mimi Institute untuk OYPMK

Sebagai narasumber pertama, Dr. Mimi selaku founder dari Mimi Institute menjelaskan,  "Mimi Institute adalah sebuah lembaga yang berdiri tahun 2009, yang  mempunyai misi memberikan kegiatan dan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat bisa berinteraksi dengan baik dengan semua penyandang disabilitas."

Kegiatan yang dilakukan meliputi konseling dan edukasi bagi para penyandang disabilitas dan juga masyarakat. Para OYPMK dan penyandang disabilitas biasanya berkonsultasi untuk tahu apa kebutuhannya dan apa yang menjadi hak-haknya.  

Dr.Mimi dari Mimi Institute
Dr. Mimi, Narasumber dari Mimi Institute (sumber : Youtube KBR)

Masih menurut Dr.  Mimi,  tekanan psikologis yang dialami OYPMK pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
  1. Stigma yang ada pada diri sendiri. Yang menganggap diri tidak berguna, tidak berdaya,  dan tidak memiliki masa depan. 
  2. Kondisi keluarga yang belum menerima ketika ada anggota keluarga yang mengalami kusta dan cenderung menyembunyikannya.  
  3. Stigma dari masyarakat yang menjadikan mereka terkucil.  
Kondisi itu menyebabkan OYPMK semakin terpuruk. Apalagi jika pihak terkait dalam hal ini pemerintah, belum mempunyai program untuk mengarahkan OYPMK agar dapat mengembangkan potensinya.  

Sebenarnya aturan pemerintah yang dibuat untuk melindungi para OYPMK dan penyandang disabilitas sudah banyak. Hanya saja kurangnya implementasi dan monitoring dari pemerintah terkait kebijakan yang berpihak terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas juga merupakan persoalan. Sehingga kemerdekaan bagi OYPMK masih harus terus diupayakan. 

Penyebab utama adanya diskriminasi dan stigma terhadap OYPMK adalah masih kurangnya pemahaman atau pengetahuan masyarakat terhadap kusta. Di mana kusta masih dianggap sebagai penyakit kutukan dan tidak bisa disembuhkan.  

Oleh karena itu hal penting yang harus dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat. Terkait edukasi tentang kusta, menurut Dr. Mimi, sebenarnya bisa dilakukan oleh pemerintah secara lebih masif. Agar masyarakat paham bahwa kusta dapat disembuhkan dan pengobatannyapun bisa diperoleh secara gratis di puskesmas. 

Karena faktanya saat menghadapi pandemi, pemerintah  berhasil mengubah kebiasaan orang untuk selalu mengenakan masker. Jadi menurut Dr. Mimi untuk persoalan kusta, tergantung keseriusan pemerintah dalam melakukan edukasi kepada masyarakat. 

OYPMK Harus Berdaya

Sebagai narasumber kedua, Marsinah Dhede menceritakan kisahnya. Marsinah Dhedhe mengalami kusta saat masih kecil, kurang lebih kelas 4 SD. 

Identifikasi terhadap kusta dilakukannya sendiri saat mendengar informasi dari radio tentang ciri kusta. Saat itu Dhedhe kecil mendapati beberapa gejala yang ada pada dirinya.

Marsinah Dhedhe, OYPMK dan aktivis perempuan
Marsinah Dhedhe (sumber : Youtube KBR Indonesia)

Kemudian bersama orang tua melakukan pemeriksaan ke puskesmas. Setelah divonis kusta,  dukungan keluarga adalah support utama yang diterima oleh Mbak Dhede. Sehingga mampu menyelesaikan pengobatan selama 2 tahun serta tetap memperoleh haknya mendapatkan pendidikan dan mengembangkan potensinya. 

Menurut Mbak Dhedhe, untuk masalah lapangan kerja bagi OYPMK sebenarnya Undang-Undang sudah memberi porsi bagi OYPMK dan penyandang disabilitas. Yakni memberi porsi untuk BUMN sebesar 2% persen dan BUMS 1%. 

Yang perlu dilakukan oleh OYPMK dan penyandang disabilitas adalah memantaskan diri dengan kriteria yang diminta. Dengan melalui pendidikan dan keterampilan yang tepat tentunya. 

Karena sesungguhnya peluang kerja untuk OYPMK itu tetap terbuka, tinggal bagaimana memanfaatkannya.  

Dukungan dan pelukan dari keluarga adalah yang utama. Meskipun stigma di masyarakat tetap ada, dengan dukungan keluarga penyandang disabilitas dan OYPMK akan lebih siap menghadapinya. Yang terpenting para penyandang disabilitas dan OYPMK harus bisa menerima kondisi diri dan mampu membela diri sendiri.  

Mewujudkan Rasa Merdeka Untuk OYPMK

Menurut Dr. Mimi agar para OYPMK dapat kembali ke masyarakat, maka OYPMK perlu mengembangkan potensi diri lewat pendidikan. OYPMK harus mau membuka diri, membaur, dan turut mengedukasi masyarakat. Mereka yang menjauhi justru harus didekati, tegas Dr. Mimi. 

Sedangkan Marsinah Dhedhe menegaskan, rasa merdeka harus dimulai dari diri sendiri. Agar dapat lepas dari lingkungan yang membatasi, maka OYPMK harus turut aktif memperjuangkannya.  

Meskipun demikian dukungan orang-orang terdekat tentu sangat dibutuhkan. Termasuk peran pemerintah dan masyakarat untuk membuat lingkungan yang inklusi buat OYPMK. Sehingga mereka bisa merasa diterima dan berkarya sesuai potensi dan kemampuannya.  

Akhirnya saya mengajak para pembaca blog cerryku untuk turut mewujudkan rasa merdeka bagi OYPMK. Dengan turut memberi edukasi tentang kusta dan menghilangkan stigma bagi mereka.

Sapti nurul hidayati
Saya seorang ibu rumah tangga dari Yogya. Blog ini saya buat untuk tempat berbagi cerita dan pengalaman tentang apa saja. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari tulisan saya. Untuk kerjasama, silakan kontak ke saptinurul (at) gmail.com

Related Posts

Posting Komentar

Popular

Subscribe Our Newsletter