Mitigasi Bencana Bagi OYPMK dan Disabilitas

narasumber diskusi ruang publik KBR
Para narasumber dan host (sumber : Youtube KBR)

Duka akibat bencana gempa bumi di Cianjur yang banyak memakan korban jiwa mengingatkan kita akan besarnya potensi terjadinya bencana di Indonesia. Apalagi menurut data dari BNPB sejak awal tahun hingga bulan November 2022 tercatat lebih dari 3000 bencana alam yang telah terjadi di tanah air. 

Tentunya ini perlu menjadi perhatian semua pihak bagaimana upaya mitigasi bencana agar tidak banyak jatuh korban jiwa. Termasuk korban di kalangan OYPMK dan para disabilitas yang mempunyai banyak keterbatasan. 

Meskipun pemerintah telah melakukan upaya mitigasi bencana bagi para OYPMK dan disabilitas, namun pelaksanaanya di lapangan tetap membutuhkan pengawasan dari berbagai pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, NLR Indonesia bersama KBR Indonesia pada tanggal 29 November 2022 lalu menyelenggarakan diskusi ruang publik dengan tema "Penanggulangan Bencana Inklusi Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas". 

Acara ini disiarkan di seluruh jaringan  radio KBR dari Aceh hingga Papua,  dan dapat disimak pula melalui channel Youtube KBR Indonesia. Dalam diskusi yang dipandu oleh Rizal Wijaya, hadir dua orang narasumber yakni Drs. Pangarso Suryotomo, Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB dan  Bejo Riyanto Ketua Konsorsium Peduli Disabilitas dan Kusta (Pelita), seorang disabilitas terdampak bencana. Apa saja materi yang dibahas,  berikut rangkumannya.  

Pentingnya Kesadaran Bersama, Indonesia Rawan Bencana

Mengawali diskusi, Drs. Pangarso Suryotomo dari BNPB yang akrab disapa Pak Papang menyampaikan, wilayah Indonesia memang rentan bencana. Oleh karena itu kita harus waspada dan siap menghadapinya.  

Bapak Papang dari BNPB
Bapak Drs Pangarso Suryotomo dari BNPB (sumber : Youtube KBR)

Perlu upaya yang harus dilakukan secara terus-menerus agar korban jiwa yang terjadi akibat bencana dapat diminimalisir. Karena saat ini, Indonesia masih masuk ke dalam 10 besar negara yang jumlah korban jiwa  akibat bencana cukup tinggi. Tentu hal ini menjadi sesuatu yang sangat memprihatinkan. 

Berkaitan dengan hal tersebut, nara sumber kedua yaitu Mas Bejo Riyanto ketua konsorsium Pelita juga menceritakan pengalamannya sewaktu terjadi bencana gempa di Yogyakarta 2006 silam. Mas Bejo mengungkapkan saat itu pemahamannya tentang bencana gempa memang sangat minim. Bahkan dirinya tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri jika gempa terjadi. 

Sehingga menurut Mas Bejo edukasi terhadap mitigasi bencana khususnya gempa bumi mendesak untuk dilakukan bagi penyandang disabilitas dan OYPMK. Agar masing-masing pribadi dapat mampu menyelamatkan diri jika bencana terjadi. 

Upaya Edukasi dan Mitigasi Bencana untuk Disabilitas

Menurut Pak Papang, pada prinsipnya upaya mitigasi bencana bagi setiap orang baik disabilitas maupun bukan adalah sama. Namun sejak tahun 2014 keluar peraturan mengenai mitigasi bencana bagi golongan disabilitas.  

Di mana dalam peraturan tersebut ditekankan mitigasi bencana bagi penyandang disabilitas meliputi 3 hal,  yakni pertolongan,  edukasi, dan perlindungan. Dalam hal ini, penyandang disabilitas tidak hanya dipandang sebagai objek, namun turut berperan juga. 

Karena setiap terjadi bencana memiliki potensi munculnya disabilitas baru, maka peran dari disabilitas saat bencana terjadi adalah menolong dirinya sendiri dan membantu disabilitas baru untuk mau menerima kondisinya.

Sedangkan menurut Mas Bejo, yang menjadi masalah dalam upaya mitigasi dan edukasi bencana bagi penyandang disabilitas dan OYPMK adalah adanya stigma yang kuat terhadap OYPMK. Dan inilah yang menjadi fokus dari Konsorsium Pelita yang resmi berdiri pada tahun 2016. 

Yakni upaya menghilangkan stigma bagi para OYPMK agar diterima masyarakat dan diperlakukan sama, termasuk saat penanganan jika terjadi bencana. Sehingga edukasi terhadap masyarakat bahwa kusta dapat disembuhkan dan bukan penyakit yang mudah menular,  harus terus dilakukan. 

Sementara untuk edukasi mitigasi bencana dikalangan penyandang disabilitas, juga mulai banyak dilakukan oleh komunitas-komunitas maupun pemerintah. Salah satu wujudnya adalah adanya komunitas difagana atau difabel tanggap bencana.  

Pak Papang juga mengingatkan bahwa saat terjadinya bencana, 3 hal yang memiliki peluang untuk menyelamatkan kita dari bencana adalah :

1. Diri sendiri 

Sehingga setiap pribadi perlu tahu cara menolong diri sendiri jika bencana terjadi. Salah satu yang bisa dijadikan rujukan untuk memperoleh pengetahuan mengenai hal ini adalah aplikasi inarisk personal. Aplikasi ini akan membantu penggunanya mengenai potensi bahaya dari lokasi di mana kita berada.  Dan akan memberi rujukan langkah-langkah antisipasi yang dapat kita lakukan. Aplikasi ini dapat diunduh melalui layanan play store.  

aplikasi inarisk dapat membantu edukasi mitigasi bencana
aplikasi inarisk personal, dapat di-download melalui playstore (sumber : Playstore)

2. Keluarga 

Keluarga atau orang terdekat adalah pihak selanjutnya yang memiliki peluang besar menyelamatkan kita jika bencana terjadi.  

3. Lingkungan atau tetangga

Sehingga perlu dibuat desa tanggap bencana agar warga desa tersebut dapat menolong diri sendiri jika sewaktu-waktu bencana terjadi.  

Kesimpulan

Upaya mitigasi bencana bagi OYPMK dan penyandang disabilitas harus terus dilakukan. Karena OYPMK dan penyandang disabilitas rentan untuk menjadi korban. Meskipun demikian yang masih menjadi PR terutama bagi OYPMK adalah masih adanya stigma di masyarakat terhadap mereka. 

Sehingga agar upaya mitigasi bencana yang dilakukan dapat maksimal, edukasi terhadap masyarakat terhadap penyakit kusta harus masif dilakukan. Agar masyarakat paham OYPMK dapat sembuh total dan tidak lagi berpotensi menularkan kusta.
Sapti nurul hidayati
Saya seorang ibu rumah tangga dari Yogya. Blog ini saya buat untuk tempat berbagi cerita dan pengalaman tentang apa saja. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari tulisan saya. Untuk kerjasama, silakan kontak ke saptinurul (at) gmail.com

Related Posts

Posting Komentar

Popular

Subscribe Our Newsletter